Profil Pengusaha Sukses: Dyah Suminar
Sosoknya ada dibalik kesuksesan mantan walikota Yogyakarta Heri Zudianto. Wanita kelahiran Cilacap, 13 November 1956, adalah anak ke enam dari tujuh orang bersaudara. Dia juga istri dari Heri Zudianto, dikenal sebagai seorang pengusaha dan aktif diberbagai kegiatan sosial. Orang tuanya hanyalah seorang pegawai negeri sipil dan guru SD. Tapi satu hal pasti mereka menanamkan nilai yang benar membawa kesuksesan. Mereka kedisiplinan dalam benak ketujuh anaknya.
Dyah Suminar adalah anak yang disiplin, cerdas dan aktif ketika masih kecil. Baginya kegiatan berorganisasi seperti pramuka dan OSIS menjadi minat tersendiri. Selepas SMA, ia melanjutkan kuliah di fakultas ekonomi di UGM. Di kampus itulah dirinya bertemu Herry yang menjadi suaminya kini. Mereka kemudian menikah pada 3 Mei 1980. Setelah menikah, suami Dyah memberi pilihan pada istrinya antara kerja kantoran atau bisnis. Dyah memilih yang kedua, bisnis.
Bisnis batik
Dyah Suminar memiliki prinsip dan idealisme yang patut dicontoh bagi para wirausahawan. Khususnya bagi mereka para pebisnis pemula yang ingin terjun secara profesional di dunia bisnis. Dyah mengawali usahanya secara profesional sejak 1983 dengan membuka usaha konveksi. Dari bisnis tersebut, Dyah terjun langsung mempelajari pola dan desain untuk mengembangkan konveksinya sendiri. Menurut Dyah, dunia kantor terlalu menyita waktunya dan keluarga. Dia mengungkapkan, kunci awal bisnis adalah memulai usaha dengan hal yang kita senangi.
Setelah bisnis yang dirintis perlahan mulai berkembang, maka harus dilakukan pemisahan catatan dan pembangunan manajemen bisnis yang satu dengan lainnya. Ini agar terlihat perkembangan bisnis yang tengah dijalankan. "Ada empat hal yang harus dilakukan untuk memulai bisnis. Pertama, kita harus berani memulai, kerja keras, memberi harga lebih pada konsumen berupa pelayanan excellent(layanan prima) dan seorang wirausaha harus memiliki banyak networking (jaringan)," kata Dyah Suminar ketika ditemui di salah satu unit usahanya di Jalan Tamansiswa, Kota Yogyakarta, kemarin.
Awalnya sang mertua memiliki toko yang awalnya diperuntukan untuk berjualan sembako. Toko tersebut lantas disulap menjadi pusat penjualan baju batik muslim dari berbagai merek. Untuk menstok barang ia memilih merek Danar Hadi, sebuah merek batik ternama yang terjamin kualitasnya. Sosoknya adalah seseorang yang jeli dalam melihat peluang usaha. Dyah lantas mendirikan berbagai usaha seperti gerai busana muslim seperti Al-Fath, Anita dan Karita, Grosir busana muslim Ar-Rahman, Klinik kecantikan kulit, Salon and Spa Lellidewi, serta toko kado "Kado Kita". Semua usahanya itu kini bernaung dibawah satu atap yaitu Margaria Group.
Margaria Group tumbuh pesat memiliki 32 unit usaha, kini mereka tengah menjajaki bisnis mereka di wilayah Bandung. "Di Surabaya memang kehadiran Margaria Group sudah cukup lama dan ternyata responnya positif, untuk itu, kami akan memperkuat pasar di Jawa Timur, selain itu kami juga tengah melakukan survei di Bandung," kata Manager HRD Margaria Group, Ananto Prasetyo belum lama ini. Menurutnya persaingan usaha busana di DIY memang ketat. Tanpa inovasi Margaria Group bisa tertinggal jauh ujarnya lanjut.
Melalui beberapa unit usahanya yakni Margaria, Karita, Griya Muslim Anissa, Al-fath dan juga Nandia batik, Margaria Group pun setiap tahunnya menghadirkan tren busana muslim terbaru. Ananto mengaku, untuk tren tahun depan sudah mulai disiapkan sejak tahun ini. Bisnis Margaria Group yang bergerak di bidang retail dan jasa saat ini tumbuh sebesar 15 – 20 %, pertumbuhan tersebut didominasi oleh unit usaha fashion.
"Kadang kami bahkan jadi trend setter, misalnya dengan motif rainbow. Busana Muslim dengan segala perlengkapannya bukan sekedar tren mode tapi pilihan hidup yang dilaksanakan seumur hidup, jadi pasarnya akan tetap ada," jelasnya.
Selain berbisnis, wanita yang telah dikaruniai 3 anak yaitu Alfita Ratna Hapsari, Arif Nur Wibawanto, dan Annisa Rahma Herdyana ini juga senang berorganisasi sosial. Istri dari Walikota Jogja ini begitu sibuk dengan urusan bisnis dan organisasi seperti Ketua Tim PKK Yogyakarta, Ketua Yayasan Kanker Indonesia, Ketua Dewan Kerajinan Nasional dan banyak lagi. "Saya punya manajemen waktu dan manajemen energi yang strik sekali. Saya selalu punya cita- cita dan idealisme. Saya bangga kalau saya bisa mencari sendiri, warna sendiri, ide sendiri," terangnya mengenai Rumah Gizi yang digagasnya.
sumber: blogspot.com, tabloidnova.com, koran-sindo.com
0 comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.