Profil Pengusaha Sukses: Doni Tirtana
Kali ini ketika anda mengingat keselamatan kerja, ya itulah seorang Doni Tirtana. Safety Banner atau lebih membuminya kampanye keselamatan dan kesehatan kerja (k3). Biasanya sih anda akan menemukannya di sekitar area industri atau pabrik- pabrik besar berada. Kenapa Doni Tirtana? Dia, melalui perusahaan CV Lorco Menara Multimedia, Doni dan timnya merancang berbagai karya kreatif untuk menyampaikan pesan keselamatan yang ditujukan bagi karyawan perusahaan yang menjadi kliennya.
Pesan- pesannya unik, mengena tapi masih ada unsur jenaka yang didukung oleh konsep animasi. Hasilnya kata- kata itu akan terbenam dalam alam bawah sadar masyarakat. Ketika melihat gambar helm di kawasan industri misalnya, secara spontan karyawan itupun pasti akan memeriksa apakah kepalanya sudah memakai helm apa belum sambil dipakaikan helmnya. Selain berbentuk banner, masih ada bentukan lain yang mereka jual seperti safety poster, bahkan ada video animasi. Lorco Menara Multimedia menjadi satu- satunya yang serius menggarap pasar ini.
Bisnis 15 juta
Lorco didirikan oleh Doni Tirtana sejak 2006 di Bandung, modalnya Rp 15 juta. Awalnya, fokus usahanya adalah jasa dan produksi media cetak (desain grafis), audio dan produksi video khusus. Ini standar perusahaan multimedia banget. Setelah menyelesaikan kuliah Teknik Fisika Institut Teknik Bandung, Doni mulai berwirausaha dengan membuat CD interaktif dan videografi. "Di Indonesia pelaku bisnis seperti ini belum ada. Sementara kebutuhan kampanye keselamatan kerja telah menjadi kebutuhan utama. Jadi menurut saya bisnis ini punya peluang besar," jelas Doni.
Titik balik pria kelahiran Malang, 29 Juli 1980, ini ketika di 2007 salah satu seniornya di Unilever meminta mengerjakan video safety induction. "Sebenarnya, mulanya saya tidak mengerti apa itu safety induction. Bahkan, setelah dijelaskan pun, masih belum ngeh. Tapi tawaran itu saya terima saja," ujar Doni sambil tertawa.
Kala itu, ia menilai proyek untuk pembuatan video safety induction ini cukup besar, yakni Rp 130 juta. Tak mau gagal untuk proyek perdananya tersebut, Doni pun mengajak senior lainnya yang bekerja sebagai process safety engineer untuk turut menggarapnya bersama. Hasilnya, pihak Unilever cukup puas atas video buatannya. Dia pun bersemangat atas keberhasilannya. Para seniornya pun ikut mendukung, menyarankan agar fokus pada safety campaign design, yang kala itu belum ada di Indonesia.
Di luar negeri sendiri sudah banyak pemain safety campaign design. Tapi di Indonesia belum ada, terang Doni. "Saya pikir ini peluang." Strategi jitu dipilih Doni untuk memasarkan layanan safety campaign design ini, yaitu ikut bergabung di mailing list khusus untuk bidang health, safety and environment (HSE) dan kesehatan, keselamatan, keamanan kerja & lingkungan hidup (K3LH). Sebab, melalui milis tersebut, ia bisa melihat dan tahu kebutuhan apa saja yang diinginkan suatu perusahaan untuk mengampanyekan K3.
Selain maling list, melalui situs Lorco, perusahaan kecilnya mencoba menembus pasar melalui dunia internet. Ternyata ini cukup manjur. Ditambah tenaga ahli yang ikut membantu mendongkrak SEO dari situsnya. Ini dimaksudkan agar situsnya selalu menjadi yang pertama di mesin pencari Google. Lainnya ia juga beriklan melalui program Google Adword, melalu Google banyak pesanan mengalir. Di 2009, Doni membangun satu perusahaan baru PT. Safety Sign, fokusnya pada pembuatan rambu- rambu keselamatan.
Sekarang namanya Group Lorco terdiri dari berbagai perusahaan. Fokusnya tidak hanya safety banner atau video tapi berbagai rambu- rambu keselamatan dalam berbagai media. Produk animasi K3 Lorco pun mulai banyak digunakan pihak korporasi besar. Pada tahun 2010, Lorco membuat enam klip untuk Pertamina. Selain Unilever dan Pertamina, perusahaan lain yang menjadi pelanggan loyal Lorco adalah Conoco Philips Indonesia. Diungkapkan Doni, salah satu proyek besar yang diterimanya adalah membuat safety sign untuk rig offshore PT Gunanusa Utama Fabricator di Thailand, yakni sebesar US$ 50.000.
Pria yang hobi traveling dan snorkling ini mengaku usahanya tak semulus yang terlihat. Dia pernah ditipu salah satu kliennya. Awalnya, ia dijanjikan untuk bekerja sama sebagai produsen dalam membuat safety sign yang akan diedarkan ke seluruh Indonesia. Ternyata, yang dibeli adalah desainnya saja, dengan janji tidak akan diperjualbelikan. Namun, setelah 3-4 bulan temannya menelepon memberitahukan bahwa desainnya diperjualbelikan dan diedarkan di seluruh Indonesia. Tak hanya itu, keterlambatan pembayaran pun sering dialaminya. Misalnya, ada salah satu anak usaha Grup Bakrie yang baru membayar invoice setelah setahun.
"Sekarang untuk pembelian produk didasarkan pada kontrak atau PO. Untuk yang sudah jelas gambarnya, tinggal menunggu PO saja. Tetapi kalau belum, kami akan melakukan survei terlebih dulu, lalu diterbitkan invoice-nya," papar Doni.
sumber: swa.co.id, blogspot.com
0 comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.