Profil Pengusaha Sukses: Dwi Kartika Sari
Dwi Kartika Sari memulai bisnisnya di umur 22 tahun, bisnisnya bernama Goeboex Coffee. Awalnya dari ide yang datang ketika mengamati teman- temannya yang hobi nongkrong. Ia pun menangkap peluang ini. Gerai kopi seluas 3000 m2 telah dikunjungi ratusan penghobing nongkrong. Selalu mendengar keluhan pelanggan, mematok harga yang tak mencekik kantung para mahasiswa, ialah bentuk kerja nyata seorang Dwi Kartika. Pengunjungnya memang kemudian datang banyak dari kalangan mahasiswa UGM dan beberapa kampus lain.
Bisnis dari kecil
Sejak kecil sudah dikenal sudah melek duit. Sari sempat berjualan kala duduk dibangku sekolah menengah. Ia berjualan baju tidur yang lagi ngetrend kala itu model babydoll. Dia juga pernah berjualan aksesoris rambut. Saat kuliah Sari sempat mencari penghasilan sendiri. Hal ini dilakukannya bukan karena kekurangan uang jajan tapi karena ia memang senang menghasilakan uang sendiri. Ayahnya adalah orang pertamina yang mampu menyokong kebutuhannya walau dia tak perlu bekerja.
Memulai bisnis kedai kopi, Sari mengaku tak paham tentang kopi di awal. Ia tak begitu paham tentang perkopian, tapi kalo menunggu ahli kapan bisa berusaha. Ia kemudian mengajak kemitraan seorang patner usaha. Tapi karena mitranya sering melakukan sesuatu dibelakannya; Sari pun mundur. Dia memilih untuk berusaha sendiri. Sari kemudian menggandeng sang kakak, Fandi Hanifan, dan Adelia Pradifta, sahabat baiknya, berhasil mengumpulkan modal Rp.60 juta.
Lokasi lahan sengaja dipilih berdekatan dengan sejumlah kampus- kampus ternama seperti Universitas Gajah Mada, Universitas Islam Indonesia, Universitas Pembangunan Nasional. dsb. Tujuannya tentu agar bisa merangkul pasar dan mampu diterima baik dikalangan mereka yang memang hobi nongkrong. Menu kopi yang disediakan di Goeboex Coffee awalnya adalah kopi tradisional khas pria namun untuk menjaring pasar wanita, Sari juga menyuguhkan blend coffe serta varian lainnya.
Dalam promosi, Sari berpromosi dari kampus ke kampus dan tak tanggung-tanggung, ia juga mendatangkan band indie idola remaja saat itu asal Yogya. Melalu promosi dari mulut ke mulut jadilah Goeboex Coffee sebuah trend setter di Yogyakarta. Sempat ada tuduhan miring tentang kafenya, namun dapat dilalui dengan baik. Menghadapi hal ini, orang tua Sari yaitu ayahnya ikut turun tangan langsung membela dan menjelaskan kepada masyarakat sekitar bahwa Goeboex Coffe ini bukan seperti yang dituduhkan.
Sari pun mensiasati dengan merekrut karyawan dari orang sekitar dengann tujuan agar bisa menjelaskan ke penduduk sekitar bahwa tuduhan miring itu tak benar, namun kebanyakan orang sekitar tak memiliki etos kerja yang bagus. Sari juga menyisihkan sebagian keuntungan untuk diberikan pada sekitar yang tidak mampu. Dia dan kedua rekannya yaitu kakak dan sahabatnya tak cepat- cepat untuk mengambil dividennya, mereka selalu menahan beberapa untuk pengembangan usahanya. Sari juga tak ingin menjadikan waralaba.
Pertumbuhan bisnis
Hanya dalam tempo satu tahun Sari berhasil balik modal yang notabennya dari orang tua. Goeboex Coffee benar- benar gubuk secara penampilan. Namun perlu diketahui menu -nya sangatlah modern. Secangkir kopi Toraja dihargai Rp 6 ribu, atau segelas besar es kapucino yang cuma dibanderol Rp 10 ribu. Belum lagi ditambah seporsi steak ayam lengkap dengan aneka sayur rebus dan nasi putih yang hanya Rp 15 ribu. Kesemuanya dibuat seringan mungkin untuk kantong para mahasiswa.
Tahun 2008, masih di lokasi yang sama, Sari mendirikan lapangan khusus futsal pertama di Goeboex Coffee. Yang dilanjutkan dengan lapangan kedua tahun 2011. Di kedua arena itulah Sari kerap menggelar kompetisi futsal antarpelajar dan mahasiswa. Dengan gebrakan tersebut, tak pelak nama Goeboex Coffee makin populer di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Menurutnya kalau dirata-rata pertumbuhan bisnisnya per- tahun mencapai 40%-50% dengan pengunjung harian berkisar 300-400 orang. Pada akhir pekan, pengunjungnya bisa naik sampai 500 orang. Saat ini, Sari mengaku membukukan pendapatan Rp 3-9 juta per hari. Sebuah angka yang lumayan untuk bisnis anak muda di Yogya. "Alhamdulillah, sampai sekarang trennya terus naik," ungkap Sari yang sudah berbisnis kecil-kecilan sejak SMA.
Kedepan ia dan kakaknya memiliki konsep bar khusus kopi. Bukan berjualan minuman keras. Mereka akan membeli satu set perlengkapan pembuat kopi dengan konsep open kitchen. Untuk membangun bar ini saja, ia berani merogoh kocek Rp.300 juta untuk investasi awal. Modal itu selain untuk membuat dapur terbuka yang representatif, juga membeli mesin pengolah kopi yang harganya mencapai angka Rp 50 juta. Jika sudah rampung kelak, Sari menjanjikan pengunjung dapat memilih jenis kopi yang diinginkan dan melihat langsung proses pengolahannya.
sumber: swa.co.id
0 comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.